Sabtu, 14 November 2020

Karunia dan nikmat

"Kita tidak perlu bersikeras beranggapan bahwa ketoatan atau kemaksiat adalah sebuah 'landasan mutlak' bagi datang atau pergi sebuah karunia Allah SWT, datang atau pergi sebuah karunia tidak selalu berarti datang dan perginya nikmat karena karunia dan nikmat itu dua hal yang berbeda, kadang beriringan kadang juga tidak."
Berhati hatilah pada sebuah karunia karna ia bisa menghijab seseorang dari empunya : jika engkau beranggapan banyaknya karunia adalah hasil dari nikmatnya sebuah ketoatan sebagai rahmat Allah SWT maka itu berarti namruz, firun dan haman serta korun adalah orang yang mesti kita benarkan, jika engkau beranggapan perginya sebuah karunia berarti azab karna kemaksiatan maka Yaqub AS tidak perlu menangis hingga buta, Musa As tidak perlu tersesat di padang teeh, apakah ketoatan Ayub As mesti kita sangsikan juga.
Kamu harus tau jika ketoatan itu sebuah syarat maka ia adalah syarat bagi datangnya nikmat tidak peduli apakah karunia itu ada atau tidak ada, apakah dengan sedikit karunia atau banyaknya karunia. Benar jika ada yang berkata bahwa ketaatan itu juga sebuah karunia maka itu berarti engkau juga harus faham bahwa engkau tidak boleh terhijab oleh ketoatanmu.
'Jangan kamu mengira bahwa azab itu hanya bala bencana atau hilangnya sebuah karunia, jangan juga kamu mengira ciri sebuah nikmat adalah keluasan karunia yang ada padamu sehingga kamu merasa aman dari perbuatan maksiat.
seremeh temehkah pemahamanmu itu?' sehingga azab yang paling mengerikan tersamarkan dari pengawasan hatimu tidak lain adalah ketika Allah SWT menghijabmu darinya : yaitu ketika Allah menghalangimu dari kelembutan-kelembutan kebahagiaannya dan ketika kenikmatan 'bermunajat kepada Allah di cabut dari hatimu'. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar