Minggu, 21 Juni 2020

Al kisah solawat

Muhammad bin al-Munkadir mengatakan, 
bahwa dia mendengar bapaknya berkata: Ketika 
Sufyân al-Tsauari sedang berthawaf tiba-tiba dia 
melihat seorang laki-laki yang tidak mengangkat 
dan (tidak) menapakkan kakinya tetapi dia ber￾shalawat kepada Nabi Saw. Lalu al-Tsaurî ber￾tanya:
“Wahai Fulan, engkau tidak meninggalkan 
tasbîh, tahlîl, dan selalu bershalawat kepada 
Nabi Saw. Apa gerangan yang telah tejadi pada 
dirimu?”
“Siapa engkau, wahai hamba Allah?”
“Aku Sufyân al-Tsauri.”
Lalu orang itu berkata, “Kalau engkau seo￾rang yang zuhud dan orang terpandang, aku 
tidak akan memberitahukan kepadamu mengapa 
aku begini dan tidak membeberkan rahasiaku.” 
Selanjutnya orang itu berkata, “Aku dan bapakku 
pergi berhaji ke Baitullah. Ketika aku tiba di 
manâzil, bapakku jatuh sakit. Aku mengurusnya 
hingga dia meninggal dunia dengan wajah 
menghitam. Lalu, aku ucapkan innâ lillâhi wa innâ 
ilaihi râji‘ûn (sesungguhnya kami milik Allah dan 
kepada-Nya kami kembali). Aku tutup wajahnya 
karena matanya selalu menatapku. Lalu aku tidur 
dengan menanggung kesedihan. Dalam tidur 
itu, aku bermimpi melihat seorang laki-laki de￾ngan wajah yang paling tampan dari yang per￾nah aku lihat, berpakaian sangat bersih harum. 
Dia melangkah hingga mendekati bapakku, lalu 
menyingkapkan kain yang menutupi wajahnya. 
Dia mengusap wajah bapakku yang hitam maka 
wajah itu berubah menjadi putih. Kemudian, 
dia kembali. Namun, aku menarik bajunya dan 
bertanya, ‘Wahai hamba Allah siapakah engkau 
yang telah Allah utus kepada bapakku di tanah 
yang asing ini?’ Dia menjawab, ‘Tidakkah engkau 
mengenalku? Akulah Muhammad bin ‘Abdul￾lâh pembawa al-Quran. Adapun bapakmu telah 
menzalimi dirinya, tetapi dia banyak bershalawat 
kepadaku. Aku adalah penolong orang-orang 
yang memperbanyak shalawat kepadaku.’ Ketika 
bangun, aku lihat wajah bapakku telah berubah 
menjadi putih.”
‘Amr bin Dinar meriwatkan hadis dari Abû 
Ja‘far yang diterima dari Nabi Saw, bahwa beliau 
bersabda, “Barangsiapa yang lupa bershalawat 
kepadaku, dia telah tersesat di jalan menuju 
surga.”

Jumat, 05 Juni 2020

Kebodohan

"Tidak mengerti akan sesuatu hal itu lebih baik daripada salah mengerti."
Kriteria pertama masih bisa menerima kebenaran, sedang yg kedua ini akan sangat sulit menerima kebenaran hingga kuningan dikira emas, besi dikira perak dan keledai dikiranya kuda.
Karna pada hakikatnya yg kedua itu telah di rasuki kesombongan yg sangat akut.
"Apabila iblis telah membeli ketauhidan seseorang maka ia Iblis tidak perlu membeli hal hal lainnya."
Bahkan ia Iblis menetapi kesolehannya, jadilah ia orang yg sia sia.

"Tidaklah terlihat kebodohan itu melainkan ia tidak mengerti hal ihwal."
"Tidaklah pernah terlihat kebodohan yg lebih bodoh dari pada itu melainkan salah mengerti hal ihwal dan tiada yg lebih hebat kebodohan yg melebihi keduanya kecuali menolak kebenaran dn mengikuti hawa nafsu."
Yg pertama masihlah lebih ringan karna ia tidak menghilangkan apa yg seharusnya ia mengerti.
Yg kedua inilah awal mula dari kebodohan yg ke tiga karna ia telah menafikan apa yg seharusnya ia mengerti dn menggantinya dgn berhala pengetahuan iblis.
Dan yg ketiga timbulah sifat keakuan (Ananiyah) sebagai buah dari kedua kebodohan tersebut lalu mulailah musuh musuh Allah bersuka ria menuai ladang ladang kesombongan itu.
Yg pertama bisa di tepis dengan belajar tentag syariat.
Yg kedua bisa di tepis dengan belajar /mengambil pengetahun pada orang yg tepat.
Dan yg ketiga bisa di tepis dengan tauhid.